Menangani Kesurupan di Malam Jumat Kliwon
Menangani Kesurupan di Malam Jumat Kliwon
Oleh : Mukminin
Sore ini hari Jumat Kliwon pas tanggal 29 Mei 2020. Usai jamah sholat mgrib di masjid Nurul Huda Tlanak Kedungpring, seperti biasa sepeda motor saya parkir di samping rumah sebelah timur depan pintu dapur.
Aku langsung menuju ruang tamu duduk di kursi empuk warno coklat tua kursi kenagan arisan sebelum anak saya lahir. Kini anakku Filo yang pertama sudah usia 23 tahun kuliah di ITS semester akhir. Karena habis sholat magrib kubiasakan membaca surah Yasin, eh....baru baca "Bismillahirroh manirrokhiiim......"0 muncullah tiba-tiba anak laki-laki kecil masuk ruang tamu , "Pak guru disuruh mama ke mas Ziri, cepat pak Guru", begitu perintahnya. Langsung Quran saya letakkan saya cepat menuju rumah barat saya yang tiidak jauh sebab mepet. Yaitu rumah Mak Mar. Rumahnya besar ruang tamu los sebab orang tani, terbuat dari kayu jati 9 x 9 m. Biasanya kalau panen padi sebelah barat untuk numpuk padi dan pupuk.
Aku langsung masuk ruang tengah yang sudah model baru di kaca pintu digrafir gambar burung dan buga warna hijau muda. Kedapati Ziri yang badanya kecil tinggi pucat mata terpejam dengan kedua tangan posisi mencengkeram duduk di pintu kamarnya. Ziri gereng dan digebyuri mamanya dengan air satu ciduk mandi seluruh badan dari kepala sampai badan dan lantainya basah semua bahkan licin. Kelihatannya lebih dari satu cebok yang disiramkan ke Ziri. Tangan ziri dipegang mamanya dan diomeli "Kak sampeyan Iki Lapo, kok ngene, Iki ono pak guru, gak malu tak sampeyan", begitu ucapan mamanya. Memang Ziri muridku SMP I Kedungpring kelas 7 unggulan.
Mata Ziri terpejam dan kedua tangannya menggaruk-garuk kepalanya sambil gereng suara monyet. Ku pegang tangannya ternyata belum sadar tangan saya dan tangan mamanya dilepaskan ke samping. Aku baru sadar "Wah kesurupan Mbak Giek, Jagan dipegang, ini kera sakti, gereng mata terpejam dengan tertelungkup kedua tanggannya mencengkeram dan menggaruk-garuk lantai granit yang licin kena air.
Alhamdulilah aku dalam keadaan suci masih belum batal wudhu. "Mbak Giek ambilkan air aqua, aku", begitu pintaku. Mbak Giek member air gelas Aqua, saya pegang tangan kanan saya buka, lanjut saya baca ayat kursi, surat Al Iklas atau Qulhu, surat Al Falaq, surat An-Nas, tangan Ziri masih garuk-garuk persis monyet di granit. Terus saya bacakan Al Fatehah ketika bacaan " Iyyakanak budu waiyyakanastaiiiin...dalam hatiku kusebut nama Ziri dan Ya Alloh
Sembuhkan" begitu pintaku ke Alloh. Air belum sempat kutiup ternyata alhamdulilah hirobbil alamiin... Ziri kedua tangannya berhenti garuk-garuk granit badannya tidak bergerak, lalu bilang " Mama mripatku peteng". Spontan Mamanya "Iyo, Mas".Alhdulilah saut mama dan Mak Mar embah putrinya. Ayahnya nahkoda kapal dagang layar ke Kalimantan kena lokdown tidak bisa pulang. Kadang pulangnya 3 bulan kadang 6 bulan sekali.
Kini Ziri punya adik bayi umur 7 bulan. lanjut ibunya saya suruh mandikan biar segar dan sadar. Usai mandi bajuan, saya tanya mamanya bagaiman kejadian awalnya. Mamanya cerita, bahwa sebelum magrib geger dengan Afrizal adikknya terus mangkel dengan marah-marah masuk kamarnya lampu dimatikan dan duduk di temapat tidur, ketika adzan magrib mamanya kedengaran Bluk. Mamanya menghampiri Ziri dalam keadan mata terpejam dan gereng di lantai. Biar sadar maka digebyur air satu jebor mandi dan basah kuyup, tapi kok terus merem dan gereng, maka adiknya Fahrizal di suruh panggil saya. Ziri sudah berpakaian daya suruh baca Al Quran ayat sembaran, Ziri langsung ngaji satu lembar. Usai ngaji saya tanya, "Ada apa kok seperti itu?" tanyaku. Ziri bercerita, tadi didatangani orang badan besar kepalanya manusia badannya kera. Dan datangnya dari cendela barat TV Aruang tengahsrbrlah Utara musholla. " Makanya jangan marah-marah dan geger menjelang magrig malam Jumat gunakan ngaji habis magrib" begitu perintahku.
Aku pulang ambil garam dapur. Seperti ini aku ingat ketika anak saya yang kedua ketika bayi di perumahan bidan yang rumahnya sempit 4 x 8 m sudah termasuk 1 KT, I RT, I Ruang Pasien, kamar masak, kamar mandi berdampingan, kamar makan dan kamar makan berhadpan. Rumah Polindes Bidan di bawah pohon bambu belakang sungai dan nuansa angker sering digoda setan. Sering Setiap malam Jumat menjelang adzan magrib dalam gendongan anak day menagis drenginging tapi tidak keluar air mata. Wah.. gak beres ini maka saya wudhu ambil garam dapur lalu ku baca ayat Kursi, Al ikhlas, Al Falaq, dan An Nas lalu kutiupkan pada garam ku usapkan sebagian garam pada rambut anak saya lalu garam kutamburkan di dalam rumah seuruhnya, urut dari dapur, ruang makan kamat tidur, ruang tamu menuju ruang pasien lalu menuju pintu satu-satu yang depan, baru latar depan. Alhamdulilah sebentar anaknya saya sudah tidak.nangis dan kembali normal.
Lanjut saya pulang ambil garam dapur yang grasak besar-besar tidak bisa dibuka di kaleng karena lengket. Garam grasak intuk naburi depan-depan pintu kalau ada ular biar tidak masuk kata orang-orang. Lalu kuambil garam lembur dapur. Istriku tanya bagaimana keadaan Ziri? Alhamdulilah wis sadar.
Istriku menjenguk Ziri , aku bawa garam ke rumah Ziri lalu kubacakan surat-surat seperti tadi, kutiupkan ke garam langsung kutamburkan keliling rumahnya, lanjut dalam ruamah, mulai kamar ziri, kamar semuanya dapur, kamar dapur ruang tengah untuk nonton TV, ruang tamu. Pintunya tidak saya taburi biar setan bisa keluar begitu kata orang-orang.
Inilak pemgalaman pertama nangani orang lain kesurupan di malam Jumat kliwon.
Setiap orang punya cara sendiri-sendiri. Niat saya hanya berdoa kepada Alloh semoga yang mengganngu keluar yang diganggu segera bisa sadar.
Tamat deh.
Monggo minta komentarnya Bp Ibu. Mtr swn
BalasHapusTerus berkarya
BalasHapusMtr swn pak Supyanto. Latihan menulia dan menulis
HapusWaw kereen pak bisa dipraktekkan nih nnt.
BalasHapusSaran bahasa jawanya diterjemahkan. Yg baca dari seluruh nusantara loh
Yang kedua yang dibaca Ayat kursi bukan surat kursi
Sukses selalu
Wowwww punya "ilmu linuwih" yaaaa
BalasHapusBukan linuweh. Ilmune kurang akeh. Swn
HapusBukan linuweh. Ilmune kurang akeh. Swn
Hapus