Minta Kata Pengantar Pakar

Minta Kata Pengantar Pakar


Oleh : Mukminin

Layout buku solo saya ke-10 dan Cover buku sudah jadi, yang berjudul " Sajak-Sajakku di Relung Waktu," maka selanjutnya meminta kata pengantar pada orang ahli dan sekaligus kenal dan akrab. Orang tersebut adalah Dr. Sariban, M.Pd. Dosen Pascasarjana UNISDA Lamongan bergelut dalam dunia sastra. Beliau dosen saya S2 dan alumni S1, S2 Cumlaude, S3 UNESA Surabaya. 

Saya sudah tiga kali minta kata pengantar beliau buku solo saya, sekarang kali keempat buku solo ke-10. Maka senin 25 Matet 2924 kemarin saya WA minta izin untuk dibuatkan kata pengantar dan beliau siap. "  Siap Cak" saya berterima kasih dan saya kirim cover buku dan PDF layout buku. Beliau menjawab tak bacanya dulu Cak. Ini screenshot WA Dengan beliau. Dan alhamdulillah Kamis 28 Maret 2024 kemarin kata pengantar dikirim ke saya. Dan saya mengucapkan terima kasih dan saya guyoni wayahe dikukuhkan menjadi GURU BESAR. Jawabnya GURU GEMUK.


Foto screenshot 


Ini kata pengantar dari Cak Sariban. Selamat membaca.



                         Godam Diksi



Oleh: Cak Sariban*


Puisi Kang Mukminin dalam buku “Di Relung Waktu” ini terkesan lebih matang. Selektivitas diksi lebih ketat. Dulu-dulunya, Kang Inin lebih longgar mereduksi diksi dalam sajak-sajaknya. Ini hal yang wajar sebagai perjalanan proses kreatif seorang pengarang. Jika Kang Inin terus menulis sajak, tak menutup kemungkinan ke depan dia bakal menjadi mapan karena kekuatan diksi dalam puisinya.

Kematangan Kan Inin bertumbuh luar biasa. Ini dapat kita temukan pada diksi-diksi puisi “Kehidupan”. Sudah menjadi jamak penyair yang kuikuti proses kreatifnya ini bereksplorasi memiskinkan kata yang dipakai untuk membangun sajak-sajaknya. Kemiskinan diksi bertujuan memberi ruang pembaca untuk mengisi banyak tafsir. Berikut misalnya sajak “Kehidupan” dibangun.

hidup bagai nuansa pelangi dibalik tirai hujan

indah bersanding bermesraan memesona

mereka begandeng erat membangun nuansa indah lihatlah

ya lihatlah

lihat sekali lagi!

apa kehidupan kini membangun bak pelangi? jawablah dalam sanubari! puisiku tak mampu bicara lagi

Terlepas Kang Inin dalam antologi ini membagi sajak-sajaknya dalam tiga rumpun, yakni: Puisi tiga bait, Puisi tiga baris, dan Puisi 2,0, ini hanya soal teknik. Penyair yang berkembang tak sekadar terjebak pada teknik atau cara menampilkan puisi. Puisi tetap memiliki bahasa sebagai instrumen. Kang Inin menyadari demikian. Karena itu, dia terus berjuang menemukan bahasa diksi yang tepat untuk mewakili kegaduhan jiwanya yang tak pernah selesai.

Kegaduhan bereksplorasi diksi tersebut banyak kita jumpai pada sajak-sajak Kang Inin kali ini. Lihatlah puisi “Bergerak”: //antara timur dan barat antara malam dan siang ada gerak//embun mentari angin air/ mengalir bergerak//diam adalah mati bergerak adalah mencari embun menetes/ menuliskan kearifan/ di bumi//.

Juga paga sajak “Muhasabah”: //waktu menggulung penanggalan/ di penghujung desember belum tuntas kata-kata puisi kutulis/ kau pamit pergi//apa yang tertoreh    sudah beku biru membisu/ kau tergilas waktu aku pun tak bisa berkata-kata lagi//.

Diksi sekali lagi bagi Kang Inin haruslah terus menjadi pembelajaran ke depan jika ingin karyanya memiliki energi. Meski diksi misalnya, dalam sajak berjudul “Janji Maya” : Gambar-gambar itu/ terus menjejali sudut jalan depan pasar/ Tengah trotoar dengan wajah pemutih bertebar pesona// senyumnya Kata-katanya// Di singgasana/ Sumpahnya jadi sampah/ Kata-katanya tertimbun tanah/ Jejak semalaman/ Pesta pora jamuan//--sajak ini sungguh merupakan kepekaan penyair dalam melihat foto-foto para calon wakil rakyat yang bertebar  di sepanjang jalan. Jiwa rasa kritisnya sebagai repretsentasi rakyat jelata menggerus imajinasinya melakonkan diri sebagai sang pembela. Penyair ingin mengatakan “Lu janji-janji gombal. Lu cuma tebar pesona. Pamer foto tebar pesona. Enakmu kau ambil sendiri jika sudah terpilih.”

  Sajak penggambaran reaksi atas baleho gambar-gambar ditulis Kang Inin begini: Gambar-gambar itu terus menjejali sudut jalan depan pasar, tengah trotoar dengan wajah pemutih bertebar pesona, senyumnya kata-katanya, di singgasana, sumpahnya jadi sampah, kata-katanya tertimbun tanah,  jejak semalaman, pesta pora jamuan. 

Diksi sajak berbeda dengan diksi ujaran yang bukan sajak. Diksi sajak mengandung magnet, ritmis, dan tentu diksi membentuk semacam ‘bangunan aneh’ yang terbangun atas puing-puing diksi temuan pengarang. Diksi pada larik Gambar-gambar itu terus menjejali sudut jalan depan pasar; tengah trotoar dengan wajah pemutih bertebar pesona; senyumnya kata-katanya;..., tampak kata biasa. Kang Inin belum sanggup keluar dari bahasa ujaran  harian. Wajar larik ini tak mampu menggodam pembaca. 

Diksi puisi agar sebagai magnet harus meliliki sayap makna. Itu hanya bisa diwakili metafor. Misal, larik tadi untuk mewakili ‘kejengkelan penyair’ dimetaforkan begini: Wajah srigalamu kupandangi teramat teliti/  Pesonamu bertebar sepanjang jalan ini... dan seterusnya. Di akhir sajak ini, diksi Kang Inin terasa ritmis dan indah: di singgasana, sumpahnya jadi sampah, kata-katanya tertimbun tanah,  jejak semalaman, pesta pora jamuan[]

Pada akhirnya selalu saja, sajak Kang Ini berbicara tiga hal: deskripsi suasana hati, pembelaan atas yang lemah, dan representasi hamba yang taat pada Tuhannya. Lihatlah sajak “Panggilan Tuhan”:

adzan subuh berkumandang

disambut hembusan angin kicau burung

bersautan bertasbih fajar pun memerah

beberapa bakul pulang dari pasar banyak badan terlelap mendengkur

hanya beberapa insan istiqomah

penuhi panggilan jamaah adakah kau di sana?

Begitulah Kang Inin. Pengarag ini tidak pernah kering oleh kehabisan diksi. Hanya perlu dipikir ulang,  diksi mana yang perlu masuk ruang sajak. Diksi mana yang perlu dibiarkan menguap bersama angin. Atau, diksi biarlah diksi itu sendiri.  Hahaha.[]

Bumi Tuban, 28 Maret 2024

[Dr. Sariban adalah Dosen Pascasarjana Unisda Lamonan bergelut dalam dunia sastra]

Komentar

  1. Subhanallah! Mantap Cak Inin! Barokalloh

    BalasHapus
  2. Selamat Cak Inin atas terbitniya buku karyanya solonya yg ke 10. Asyik juga membaca kata pengantar Cak Sariban.....Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walalaikum.slm WW.
      Alhamdulilah Cak Sariban langganan sy minta Pengantar Karya sastra. Sy akrab dan sering ketemu di acara Literadi di Tuban dan sy juga seruing ke rumahnya

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURICULUM VITAE MUKMININ, S.Pd.M.Pd..

Mengapa Naskah Buku Kita Ditolak Tim ISBN?

Menenun Mimpi Menggapai Asa Tahun 2023